14 TOKOH SOSIOLOGI

 1.      Auguste Comte

 

Auguste Comte - Bung Fahdisjro

 

Auguste Comte adalah seorang filsuf Prancis yang dikenal karena memperkenalkan bidang ilmu sosiologi serta aliran positivisme. Melalui prinsip positivisme, Comte membangun dasar yang digunakan oleh akademisi saat ini yaitu pengaplikasian metode ilmiah dalam ilmu sosial sebagai sarana dalam memperoleh kebenaran.

 

2.      Herbet Spencer

 

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/9/96/Herbert_Spencer.jpg/200px-Herbert_Spencer.jpg

 

Herbert Spencer (lahir di Derby27 April 1820 – meninggal di Brighton8 Desember 1903 pada umur 83 tahun) adalah seorang filsuf Inggrisdan seorang pemikir teori liberal klasik terkemuka. Meskipun kebanyakan karya yang ditulisnya berisi tentang teori politik dan menekankan pada "keuntungan akan kemurahan hati", dia lebih dikenal sebagai bapak Darwinisme sosial. Spencer sering kali menganalisis masyarakat sebagai sistem evolusi, ia juga menjelaskan definisi tentang "hukum rimba" dalam ilmu sosial. Dia berkontribusi terhadap berbagai macam subyek, termasuk etnismetafisikaagamapolitikretorikbiologi dan psikologi. Spencer saat ini dikritik sebagai contoh sempurna untuk scientism atau paham ilmiah, sementara banyak orang yang kagum padanya di saat ia masih hidup.[1]

Menurutnya, objek sosiologi yang pokok adalah keluarga, politik, agama, pengendalian sosial dan industri. Termasuk pula asosiasi, masyarakat setempat, pembagian kerja, pelapisan sosialsosiologi pengetahuan dan ilmu pengetahuan, serta penelitian terhadap kesenian dan keindahan. Pada tahun 1879 ia mengetengahkan sebuah teori tentang Evolusi Sosial yang hingga kini masih dianut walaupun di sana sini ada perubahan. Ia juga menerapkan secara analog (kesamaan fungsi) dengan teori evolusi karya Charles Darwin (yang mengatakan bahwa manusia berasal dari kera) terhadap masyarakat manusia. Ia yakin bahwa masyarakat mengalami evolusi dari masyarakat primitif ke masyarakat industri. Herbert Spencer memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.

 

3.      Max Weber

 

Max Weber 1894.jpg

 

Maximilian Weber adalah seorang ahli politik, ekonom, geograf, dan sosiolog dari Jerman yang dianggap sebagai salah satu pendiri awal dari Ilmu Sosiologi dan Administrasi negara modern.

Maximilian Weber (lahir di ErfurtJerman21 April 1864 – meninggal di MünchenJerman14 Juni 1920 pada umur 56 tahun) adalah seorang ahli politik, ekonom, geograf, dan sosiolog dari Jerman yang dianggap sebagai salah satu pendiri awal dari Ilmu Sosiologi dan Administrasi negara modern. Karya utamanya berhubungan dengan rasionalisasi dalam sosiologi agama dan pemerintahan, meski ia sering pula menulis di bidang ekonomi. Karyanya yang paling populer adalah esai yang berjudul Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, yang mengawali penelitiannya tentang sosiologi agama. Weber berpendapat bahwa agama adalah salah satu alasan utama bagi perkembangan yang berbeda antara budaya Barat dan Timur. Dalam karyanya yang terkenal lainnya, Politics as a Vocations, Weber mendefinisikan negara sebagai sebuah lembaga yang memiliki monopoli dalam penggunaan kekuatan fisik secara sah, sebuah definisi yang menjadi penting dalam studi tentang ilmu politik Barat modern.

4.      Karl Marx

 

Karl Marx 001.jpg

 

Karl Marx adalah seorang filsuf, ekonom, sejarawan, pembuat teori politik, sosiolog, jurnalis dan sosialis revolusioner asal Jerman. Lahir di Trier dalam keluarga kelas menengah, Marx belajar hukum dan filsafat Hegelian.

Lahir di Trier dalam keluarga kelas menengah, Marx belajar hukum dan filsafat Hegelian. Karena publikasi politiknya, Marx menjadi tak bernegara dan tinggal dalam pengasingan di London, dimana ia tetap mengembangkan pemikirannya dalam kolaborasi dengan pemikir Jerman Friedrich Engels dan menerbitkan tulisan-tulisannya, melakukan riset di ruang baca British Museum. Karya terkenalnya adalah pamflet tahun 1848, Manifesto Komunis, dan karya tiga volume Das Kapital. Pemikiran politik dan filsafatnya memiliki pengaruh pada sejarah intelektual, ekonomi dan politik pada masa berikutnya dan namanya dipakai sebagai adjektif, pengucapan dan aliran teori sosial.

Teori-teori Marx tentang masyarakat, ekonomi dan politik—yang secara kolektif dimengerti sebagai Marxisme—menyatakan bahwa umat manusia berkembang melalui perjuangan kelas. Dalam kapitalisme, manifes itu sendiri berada dalam konflik antara kelas pemerintahan (dikenal sebagai burjois) yang mengendalikan alat produksi dan kelas buruh (dikenal sebagai proletariat) yang dapat diperalat dengan menjual tenaga buruh mereka sebagai balasan untuk upah.[12] Memajukan kesepakatan kritikal yang dikenal sebagai materialisme sejarah, Marx memprediksi bahwa, seperti sistem sosio-ekonomi sebelumnya, kapitalisme memproduksi ketegangan internal yang akan berujung pada penghancuran diri dan digantikan oleh sistem baru: sosialisme. Bagi Marx, antagonisme kelas di bawah kapitalisme, yang merupakan bagian dari ketidakstabilan dan alam kecenderungan krisis, kemudian akan membuat kelas buruh mengembangkan masyarakat tanpa kelas, yang berujung pada penaklukan mereka terhadap kekuasaan politik dan kemudian menghimpun ketiadaan kelas, masyarakat komunis yang diatur oleh asosiasi produsen bebas.[13] Marx aktif mendorong penerapannya, berpendapat bahwa kelas tenaga kerja harus mengadakan tindakan revolusioner untuk menggulingkan kapitalisme dan mengirim emansipasi sosio-ekonomi.[14]

Marx dianggap sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah manusia, dan karyanya dipuji sekaligus dikritik.[15]Karyanya dalam ekonomi menjadi dasar bagi sebagian besar pemahaman tenaga kerja pada saat ini dan hubungannya dengan modal, dan kemudian pemikiran ekonomi.[16][17][18] Beberapa intelektual, serikat buruh, seniman, dan partai politik di seluruh dunia dipengaruhi oleh karya Marx, dengan beberapa pihak memodifikasi atau mengadaptasi gagasan-gagasannya. Marx biasanya disebut sebagai salah satu arsitek utama dari ilmu sosial modern.[19][20]

 

5.      Emile Durkheim 

 

Émile Durkheim.jpg

 

David Émile Durkheim (lahir 15 April 1858 – meninggal 15 November 1917 pada umur 59 tahun) dikenal sebagai salah satu pencetus sosiologi modern. Ia mendirikan fakultas sosiologi pertama di sebuah universitas Eropa pada 1895, dan menerbitkan salah satu jurnalpertama yang diabdikan kepada ilmu sosialL'Année Sociologique pada 1896.

Perhatian Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya pada masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk mempelajari kehidupan sosial di kalangan masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiahpertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer Durkheim adalah salah satu orang pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat berbagai bagian dari masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam mempertahankan kesehatan dan keseimbangan masyarakat – suatu posisi yang kelak dikenal sebagai fungsionalisme.

Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih daripada sekadar jumlah dari seluruh bagiannya. Jadi berbeda dengan rekan sezamannya, Max Weber, ia memusatkan perhatian bukan kepada apa yang memotivasi tindakan-tindakan dari setiap pribadi (individualisme metodologis), melainkan lebih kepada penelitian terhadap "fakta-fakta sosial", istilah yang diciptakannya untuk menggambarkan fenomena yang ada dengan sendirinya dan yang tidak terikat kepada tindakan individu. Ia berpendapat bahwa fakta sosial mempunyai keberadaan yang independen yang lebih besar dan lebih objektif daripada tindakan-tindakan individu yang membentuk masyarakat dan hanya dapat dijelaskan melalui fakta-fakta sosial lainnya daripada, misalnya, melalui adaptasi masyarakat terhadap iklim atau situasi ekologis tertentu.

Dalam bukunya “Pembagian Kerja dalam Masyarakat” (1893), Durkheim meneliti bagaimana tatanan sosial dipertahankan dalam berbagai bentuk masyarakat. Ia memusatkan perhatian pada pembagian kerja, dan meneliti bagaimana hal itu berbeda dalam masyarakat tradisional dan masyarakat modern[1]. Para penulis sebelum dia seperti Herbert Spencer dan Ferdinand Toennies berpendapat bahwa masyarakat berevolusi mirip dengan organisme hidup, bergerak dari sebuah keadaan yang sederhana kepada yang lebih kompleks yang mirip dengan cara kerja mesin-mesin yang rumit. Durkheim membalikkan rumusan ini, sambil menambahkan teorinya kepada kumpulan teori yang terus berkembang mengenai kemajuan sosialevolusionisme sosial, dan darwinisme sosial. Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat ‘mekanis’ dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya. Dalam masyarakat tradisional, kata Durkheim, kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual – norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi.

Dalam masyarakat modern, demikian pendapatnya, pembagian kerja yang sangat kompleks menghasilkan solidaritas 'organik'. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri. Dalam masyarakat yang ‘mekanis’, misalnya, para petani gurem hidup dalam masyarakat yang swa-sembada dan terjalin bersama oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat modern yang 'organik', para pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu (bahan makanan, pakaian, dll) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari pembagian kerja yang semakin rumit ini, demikian Durkheim, ialah bahwa kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif – sering kali malah berbenturan dengan kesadaran kolektif.

Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hukum sering kali bersifat represif: pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu; hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organik, hukum bersifat restitutif: ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks.

Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin meningkatnya pembagian kerja menghasilkan suatu kebingungan tentang norma dan semakin meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma sosial yang mengatur perilaku. Durkheim menamai keadaan ini anomie. Dari keadaan anomie muncullah segala bentuk perilaku menyimpang, dan yang paling menonjol adalah bunuh diri.

Durkheim belakangan mengembangkan konsep tentang anomie dalam "Bunuh Diri", yang diterbitkannya pada 1897. Dalam bukunya ini, ia meneliti berbagai tingkat bunuh diri di antara orang-orang Protestan dan Katolik, dan menjelaskan bahwa kontrol sosial yang lebih tinggi di antara orang Katolik menghasilkan tingkat bunuh diri yang lebih rendah. Menurut Durkheim, orang mempunyai suatu tingkat keterikatan tertentu terhadap kelompok-kelompok mereka, yang disebutnya integrasi sosial. Tingkat integrasi sosial yang secara abnormal tinggi atau rendah dapat menghasilkan bertambahnya tingkat bunuh diri: tingkat yang rendah menghasilkan hal ini karena rendahnya integrasi sosial menghasilkan masyarakat yang tidak terorganisasi, menyebabkan orang melakukan bunuh diri sebagai upaya terakhir, sementara tingkat yang tinggi menyebabkan orang bunuh diri agar mereka tidak menjadi beban bagi masyarakat. Menurut Durkheim, masyarakat Katolik mempunyai tingkat integrasi yang normal, sementara masyarakat Protestan mempunyai tingat yang rendah. Karya ini telah memengaruhi para penganjur teori kontrol, dan sering kali disebut sebagai studi sosiologis yang klasik.

Akhirnya, Durkheim diingat orang karena karyanya tentang masyarakat 'primitif' (artinya, non Barat) dalam buku-bukunya seperti "Bentuk-bentuk Elementer dari Kehidupan Agama" (1912) dan esainya "Klasifikasi Primitif" yang ditulisnya bersama Marcel Mauss. Kedua karya ini meneliti peranan yang dimainkan oleh agama dan mitologi dalam membentuk pandangan dunia dan kepribadian manusia dalam masyarakat-masyarakat yang sangat 'mekanis' (meminjam ungkapan Durkheim)

 

6.      Georg Simmel

 

Simmel 01.JPG

 

Simmel adalah salah satu generasi pertama sosiolog Jerman: pendekatan neo-Kantiannya meletakkan dasar bagi antipositivisme sosiologis, menanyakan apa itu masyarakat? —Secara langsung mengacu pada Kant apa itu alam? [3] —menyajikan analisis perintis tentang individualitas dan fragmentasi sosial. Bagi Simmel, budaya mengacu pada "pengembangan individu melalui agen bentuk-bentuk eksternal yang telah diobyektifikasi dalam perjalanan sejarah." [3] Simmel membahas fenomena sosial budaya dalam istilah "bentuk" dan "isi" dengan hubungan sementara, di mana bentuk menjadi isi, dan sebaliknya tergantung pada konteks. Dalam pengertian ini, Simmel adalah pelopor gaya penalaran strukturalis dalam ilmu sosial . Dengan karyanya di kota metropolis , Simmel juga akan menjadi pendahulu sosiologi perkotaan , interaksionisme simbolik , dan analisisjaringan sosial . [4] [5]

Seorang kenalan Max Weber , Simmel menulis tentang topik karakter pribadi dengan cara yang mengingatkan pada ' tipe ideal ' sosiologis. Dia secara luas menolak standar akademis, bagaimanapun, secara filosofis mencakup topik-topik seperti emosi dan cinta romantis. Baik teori nonpositivist Simmel dan Weber akan menginformasikan teori kritiseklektik dari Mazhab Frankfurt . [6]

Karya Simmel yang paling terkenal saat ini adalah The Problems of the Philosophy of History (1892), The Philosophy of Money (1900), The Metropolis and Mental Life (1903), dan Fundamental Questions of Sociology (1917), serta Soziologie (1908) , yang menyusun berbagai esai Simmel, termasuk " The Stranger ", "The Social Boundary", "The Sociology of the Senses", " The Sociology of Space ", dan "On The Spatial Projections of Social Forms".Dia juga menulis secara ekstensif tentang filsafat Schopenhauer dan Nietzsche , juga tentang seni , terutama melalui Rembrandt: An Essay in the Philosophy of Art (1916).

 

7.      Ferdinand Tonnies

 

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/4/4d/Ferdinand_Toennies_Bueste_Husum-Ausschnitt.jpg/220px-Ferdinand_Toennies_Bueste_Husum-Ausschnitt.jpg

 

Ferdinand Tönnies (lahir di Oldenworth, Schleswig, 26 Juli 1855; meninggal di Kiel 11 April 1936) adalah seorang ahli sosiologi bangsa Jermanguru besar di Universitas Kiel (1909-1933).[1] Dalam bukunya berjudul Gemenischaft und Gesellschaft (tahun 1887) ia memisahkan dua dasar pengertian bentuk kehidupan manusia yang berbeda[1]:

1.     Gemeinschaft (rasa keterikatan tradisional, misalnya masyarakat pedesaan) dengan organisasi (komunitas dengan tujuan rasional seperti masyarakat di kota besar).[1] Gemeinschaft yang ditandai dengan kepolosan, suatu yang wajar, solidaritas, keramah-tamahan, hubungan tetangga yang rukun secara tradisional dan desa tradisional).[1]

2.     Gesellschaft menurut Tonnies ialah aspek tanpa bentuk kepribadian, bersifat instrumental dan memang telah diciptakan dan ditunjukkan oleh kenyataan sosial.[1]

Tonnies dengan perasaan menyesal memastikan bahwa untuk Gemeinschaft pada akhirnya akan dikalahkan oleh Gesellschaft.[1] Ia juga menyadari bahwa situasi tidak akan mampu berbalik kembali.[1] Walau pandangannya dikecam sebagai terlalu skematik, pandangan tersebut sangat berpengaruh pada tahun 1912.[1]

 

8.      Herbert Marcuse

 

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/6/69/Herbert_Marcuse_in_Newton%2C_Massachusetts_1955.jpeg/220px-Herbert_Marcuse_in_Newton%2C_Massachusetts_1955.jpeg

 

Herbert Marcuse (lahir di BerlinJerman19 Juli 1898 – meninggal di Starnberg29 Juli 1979 pada umur 81 tahun) adalah seorang filsuf Jerman-Yahuditeoretikus politik dan sosiolog, dan anggota Frankfurt School. Dikenal sebagai "Bapak gerakan Kiri Baru", karya terbaik yang dikenal adalah Eros and CivilizationOne-Dimensional Man, dan The Aesthetic Dimension. Marcuse adalah intelektual yang memberi pengaruh besar pada gerakan Kiri Baru dan gerakan mahasiswa pada tahun 1960-an.

Pandangan Marcuse terhadap kapitalisme bisa ditelusuri akarnya ke salah satu konsep utama Karl MarxObjektifikasi. Marx percaya bahwa kapitalisme mengeksploitasi manusia; dan apa yang para buruh lakukan sejatinya adalah proses mendehumanisasi diri mereka menjadi objek fungsional. Marcuse mengambil pandangan ini dan mengembangkannya. Ia percaya kapitalisme dan industrialisasi menekan kaum buruh begitu kuat, hingga kaum buruh mulai melihat diri mereka sendiri sebagai objek yang mereka produksi. Pada One-Dimensional Man ia menyatakan, "Rakyat mengenali diri mereka sendiri di dalam komoditas-komoditas; mereka menemukan jiwa mereka di dalam otomobil mereka," yang berarti kapitalisme mendegradasi manusia hingga menjadi komoditas-komoditas yang mereka ciptakan, memberikan komoditas sifat penting yang lebih dari diri sendiri.

 

9.      Antonio Gramsci

 

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/e6/Gramsci.png/220px-Gramsci.png

 

Antonio Gramsci (lahir di AlesItalia22 Januari 1891 – meninggal 27 April 1937 pada umur 46 tahun) adalah filsuf Italia, penulis, dan teoritikus politik. Anggota pendiri dan pernah menjadi pemimpin Partai Komunis Italia, Gramsci sempat menjalani pemenjaraan pada masa berkuasanya rezim Fasis Benito Mussolini. Tulisan-tulisannya menitikberatkan pada analisis budaya dan kepemimpinan politik. Ia dianggap sebagai salah satu pemikir orisinal utama dalam tradisi pemikiran Marxis. Ia juga dikenal sebagai penemu konsep hegemoni budaya sebagai cara untuk menjaga keberlangsungan negara dalam sebuah masyarakat kapitalisme.

Gramsci dipandang banyak pihak sebagai pemikir Marxis paling penting pada abad ke-20, khususnya sebagai pemikir kunci dalam perkembangan Marxisme Barat. Ia menulis lebih dari 30 buku catatan dan 3000 halaman sejarah dan analisis selama di penjara. Tulisan-tulisan ini, yang kemudian dikenal luas sebagai Buku Catatan Penjara (Prison Notebooks), berisi penelusuran Gramsci terhadap sejarah dan nasionalisme Italia, selain pemikiran mengenai teori Marxis, teori kritis dan teori pendidikan yang berkaitan dengan dirinya, seperti:

·         Hegemoni Budaya sebagai cara untuk menjaga keberlangsungan negara kapitalis

·         Pentingnya pendidikan buruh populer untuk mendorong perkembangan intelektual dari kelas pekerja

·         Pemisahan antara masyarakat politis (polisi, tentara, sistem legal, dsb) yang mendominasi secara langsung dan koersif, dan masyarakat sipil (keluarga, sistem pendidikan, serikat perdagangan, dsb) di mana kepemimpinan dikonstitusionalisasi melalui ideologi

·         'Historisisme Absolut'

·         Kritik determinisme ekonomi

·         Kritik materialisme filosofis

 

10.  Charles Wright Mills

 

C wright mills all rights reserved1.jpg

 

Charles Wright Mills (lahir 28 Agustus 1916 – meninggal 20 Maret 1962 pada umur 45 tahun) adalah seorang sosiolog Amerika.[1] Ia merupakan ilmuan sosial dan kritikus yang paling berpengaruh di Amerika pada abad ke-20.[2]. Ia bersama Hans. H Gerthmempopulerkan teori Max Weber di Amerika Serikat.[1] Ia juga menerapkan teori Karl Mannheim dalam ilmu sosiologi ke pemikiran politik dan perilaku intelektual.

Penelitian yang dilakukan Mills menitikberatkan pada diferensiasi antara berbagai dampak dari kelasstatus dan kekuasaan dalam menjelaskan sistem stratifikasi dan politik.[1] Analisis mengenai hal tersebut muncul pada buku The New Men of Power, America’s Labor Leaders (1948), White Collar (1951) dan karyanya yang paling terkenal, The Power Elite (1956).[1] Dalam buku yang terakhir, Mills menempatkan kaum elite atau kelas yang berkuasa di antara pemimpin bisnis, pemerintahan dan militer yang keputusan dan tindakannya mempunyai konsekuensi yang signifikan.[1]

 

11.  Leopold Von Wiese

 

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/a/a7/Buku_karya_L._Von_Wiese.jpg/250px-Buku_karya_L._Von_Wiese.jpg

 

Leopold von Wiese (lahir, 2 Februari 1876 di Glatzpresent-day Ktodzko - meninggal, pada tahun 1969), adalah seorang sosiologJerman dan juga econom Jerman yang terkenal, serta merupakan profesor dan pimpinan Sociological Association Jerman.[1][2]

Wiese berasal dari keluarga militer.[2] Ia adalah putra seorang perwira Prusia, Ia menempuh pendidikannya pertama kali di akademi militer, akan tetapi rencananya diubah tentang menjadi seorang perwira selama tahun terakhirnya di sekolah.[2] Ia lulus dari Gymsium of Gorlitz pada tahun 1898 dan kemudian Ia mendaftarkan diri di Fakultas Hukum Universitas Berlin, dalam rangka untuk mempelajari ilmu-ilmu sosial, terutama kebijakan sosial.[2] Pada tahun 1900, Ia diundang oleh Wilhelm Merton untuk bekerja di Institut fiir Gemeinwohl di Frankfurt, disitu Ia mulai belajar masalah sosial modern.[2] Ia menerima Ph.D. nya pada tahun 1902 dan menjadi Privatdozent di Universitas Berlin pada tahun 1905.[2] Ia juga mengajar di akademi dari Dosen dan Diisseldorf.[2] Ia menghabiskan beberapa waktu bepergian, terutama di Asia, sebelum menjadi berafiliasi dengan School of Commerce dan Administrasi Bisnis di Cologne (sekolah menjadi universitas tak lama kemudian, pada tahun 1919).[2] Von Wiese telah mempertahankan hubungannya dengan sekolah ini sejak saat itu.[2] Wiese juga mengajar di Amerika Serikat yaitu di Harvard University pada 1934/1935 dan juga mengajar di University of Wisconsin pada tahun 1935. Sekembalinya ke Jerman, dia menahan diri dari ideologi resmi Nasional Sosialisme dan akibatnya mengalami beberapa kesulitan dalam mengajar dan penerbitan buku-bukunya.

 

12.  Sigmund Freud

 

Sigmund Freud LIFE.jpg

 

Sigmund Freud adalah seorang Austria keturunan Yahudi dan pendiri aliran psikoanalisis dalam bidang ilmu psikologi. Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar, prasadar, dan tak-sadar.

Sigmund Freud (lahir di Freiberg, 6 Mei 1856 – meninggal di London, 23 September 1939 pada umur 83 tahun) adalah seorang Austria keturunan Yahudi dan pendiri aliran psikoanalisis dalam bidang ilmu psikologi. Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak-sadar (unconscious). Konsep dari teori Freud yang paling terkenal adalah tentang adanya alam bawah sadar yang mengendalikan sebagian besar perilaku. Selain itu, dia juga memberikan pernyataan bahwa perilaku manusia didasari pada hasrat seksualitas (eros) yang pada awalnya dirasakan oleh manusia semenjak kecil dari ibunya.

Pengalaman seksual dari ibu seperti menyusui. Selanjutnya mengalami perkembangannya atau tersublimasi, hingga memunculkan berbagai perilaku lain yang disesuaikan dengan aturan norma masyarakat atau norma ayah. Setelah kolega kerjanya yang bernama Alferd Adler mengungkapkan adanya insting mati di dalam diri manusia, walaupun Freud pada awalnya menolak pernyataan Adler tersebut dengan menyangkalnya habis-habisan. Pada akhirnya Freud menyejajarkan atau tidak menunggalkan insting seksual saja yang ada di dalam diri manusia, tetapi disandingkan dengan insting mati (Thanatos). Walaupun begitu, dia tidak pernah menyinggung bahwa sebetulnya asal teori tersebut mulanya dikemukakan oleh Adler.

Freud tertarik dan belajar hipnotis di Prancis, lalu menggunakannya untuk membantu penderita penyakit mental. Freud kemudian meninggalkan hipnotis setelah ia berhasil menggunakan metode baru untuk menyembuhkan penderita tekanan Psikologis yaitu asosiasi bebas dan analisis mimpi. Dasar terciptanya metode tersebut adalah dari konsep alam bawah sadar, asosiasi bebas adalah metode yang digunakan untuk mengungkap masalah-masalah yang ditekan oleh diri seseorang tetapi terus mendorong keluar secara tidak disadari sehingga menimbulkan permasalahan. Sedangkan Analisis Mimpi, digunakan oleh Freud dari pemahamannya bahwa mimpi merupakan pesan alam bawah sadar yang abstrak terhadap alam sadar, pesan-pesan ini berisi keinginan, ketakutan dan berbagai macam aktivitas emosi lain, hingga aktivitas emosi yang sama sekali tidak disadari. Sehingga metode Analisis Mimpi dapat digunakan untuk mengungkap pesan bawah sadar atau permasalahan terpendam, baik berupa hasrat, ketakutan, kekhawatiran, kemarahan yang tidak disadari karena ditekan oleh seseorang. Ketika hal masalah-masalah alam bawah sadar ini telah berhasil diungkap, penyelesaian selanjutnya akan lebih mudah untuk diselesaikan.

Hal-hal ini dilakukan untuk mengembangkan sesuatu yang kini dikenal sebagai "obat dengan berbicara". Hal-hal ini menjadi unsur inti psikoanalisis. Freud terutama tertarik pada kondisi yang dulu disebut histeria dan sekarang disebut sindrom konversi.

Teori-teori Freud serta caranya mengobati pasien menimbulkan kontroversi di Wina abad kesembilan belas dan masih diperdebatkan sengit hingga sekarang. Gagasan Freud biasanya dibahas dan dianalisis sebagai karya sastra, filsafat, dan budaya umum, selain sebagai debat yang berketerusan sebagai risalah ilmiah dan kedokteran ini.

Freud merupakan tokoh menonjol terkait dengan pendapat-pendapatnya di bidang psikologi. Banyak istilah-istilahnya yang digunakan oleh umum, misalnya: egosuper ego, dan kompleks Oedipus.

 

13.  Thorstein Veblen

 

Veblen3a.jpg

 

Thorstein Bunde Veblen (nama asli Torsten Bunde Veblen; lahir 30 Juli 1857 – meninggal 3 Agustus 1929) adalah seorang ahli ekonomi dan sosiolog berkebangsaan Amerika, dan pemimpin pergerakan ekonomi institusional. Selain itu dia juga populer atas kritik cerdasnya mengenai kapitalisme seperti yang dibuktikannya dalam bukunya yang berjudul The Theory of the Leisure Class (1899).

Veblen terkenal dalam sejarah pemikiran ekonomi dengan mengkombinasikan perspektif teori evolusi Darwin dengan teori terbarunya pendekatan institusionalis dalam menganalisis ekonomi Dia menggabungkan sosiologi dengan ilmu ekonomi dalam karyanya The Theory of the Leisure Class (1899) di mana dia berargumentasi bahwa terdapat pemisahan antara mereka yang mendapatkan keinginannya dengan jalan eksploitasi dan mereka yang melakukannya dengan jalan industri. Pada masa masyarakat barbar hal ini seperti perbedaan antara pemburu dan pengumpul di dalam suatu suku, tetapi seiring tumbuh dewasanya masyarakat, perbedaan itu berubah menjadi majikan dan pembantu. Gelar yang diberikan untuk mereka yang memiliki kekuatan untuk mengeksploitasi adalah "golongan orang berwaktu luang" yang didefinisikan sebagai kelompok orang yang memiliki tingkat produktivitas yang buruk dan melambangkan kemalasan.

 

14.  Ferdinand de Saussure

 

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/d/de/Ferdinand_de_Saussure_by_Jullien.png/230px-Ferdinand_de_Saussure_by_Jullien.png

 

Ferdinand de Saussure (lahir di Jenewa26 November 1857 – meninggal di Vufflens-le-Château, 22 Februari 1913 pada umur 55 tahun) adalah linguis Swiss yang dipandang sebagai salah satu Bapak Linguistik Modern dan semiotika. Karya utamanya, Cours de linguistique générale diterbitkan pada tahun 1916, tiga tahun setelah kematiannya, oleh dua orang mantan muridnya, Besarlah Bally and Albert Sechehaye, berdasarkan catatan-catatan dari kuliah Saussure di Paris. Pandangan Saussure dapat diringkas dalam bentuk-bentuk dikotomi, yaitu telaah diakronis dan telaah sinkronis, tentang langue dan parole, lalu signifiant dan signifié, dan terakhir mengenai hubungan sintagmatik dan hubungan paradikmatik. Dalam semiologi, Saussure berpendapat bahwa bahasa sebagai "suatu sistem tanda yang mewujudkan ide" dapat dibagi menjadi dua unsur: langue (bahasa), sistem abstrak yang dimiliki bersama oleh suatu masyarakat yang digunakan sebagai alat komunikasi, dan parole (ujaran), realisasi individual atas sistem bahasa.

Saussure berpendapat bahwa tidak dapat netral atau ni-makna, Bahasa bukan sebagai kendaraan untuk memediasi pertukaran ide tetapi juga instrumen yang sangat kuat yang dapat membentuk definisi ekonomi dan sosio-politik dalam suatu negara. Ia juga melihat bahwa bahasa tidak hanya sebuah gejala yang membawa nilai dan ideologi dari suatu komunitas dominan tertentu tetapi juga alat untuk menciptakan sekat-sekat sosial dan memarjinalkan komunitas inferior yang lain.


Komentar